menulis catatan harian
Kamis, 02 Mei 2013
0
komentar
“Menulis catatan harian”
Read: bilal revolusi
Ambon, 23 April 2013.
Jangan pernah menyepelekan tulisan. Para penggerak negeri ini pun acapkali “berperang” dalam tulisan-tulisan mereka di media massa. Tengoklah bagaimana panasnya perpolitikan antara soekarno dan natsir dalam perang pena mereka. Lalu baru-baru ini, bagaimana geramnya seorang novelis laskar Pelangi dengan tulisan Dammar Juniarto dalam diblog-nya. Sehingga sekecil apapun tulisan kita toh dia akan berdampak pada banyak orang. Kekuatan menulis sering kali anggap sepele oleh banyak orang di negeri ini, anggapan inipun seolah menjadi batu besar yang telah menjadi jimat abadi dalam kepala anak cucu manusia Indonesia. Seringkali saya menemukan orang-orang yang begitu sombongnya dengan menganggap remeh orang lain saat menulis. meski kita semua dibekali potensi yang sama untuk mengolah kata, toh tidak semua orang bisa untuk menulis. nyatanya kita hanya menjadikan dunia tulis-menulis sebagai kegiatan formal untuk secuil kepentingan. Para mahasiswa begitu rajin menulis saat masuk dalam bab proposal dan skipsi. Para pelajar begitu bergairah saat menulis manakala diberikan tugas oleh gurunya yang sangat kejam. Itu artinya kebiasan menulis kita barulah sebatas formalitas untuk secuil kepentingan. Kita rajin menulis status di media social, dengan harapan bisa menginformasikan kondisi kita, hemmm sangat formal sekali!!!.
Read: bilal revolusi
Ambon, 23 April 2013.
Jangan pernah menyepelekan tulisan. Para penggerak negeri ini pun acapkali “berperang” dalam tulisan-tulisan mereka di media massa. Tengoklah bagaimana panasnya perpolitikan antara soekarno dan natsir dalam perang pena mereka. Lalu baru-baru ini, bagaimana geramnya seorang novelis laskar Pelangi dengan tulisan Dammar Juniarto dalam diblog-nya. Sehingga sekecil apapun tulisan kita toh dia akan berdampak pada banyak orang. Kekuatan menulis sering kali anggap sepele oleh banyak orang di negeri ini, anggapan inipun seolah menjadi batu besar yang telah menjadi jimat abadi dalam kepala anak cucu manusia Indonesia. Seringkali saya menemukan orang-orang yang begitu sombongnya dengan menganggap remeh orang lain saat menulis. meski kita semua dibekali potensi yang sama untuk mengolah kata, toh tidak semua orang bisa untuk menulis. nyatanya kita hanya menjadikan dunia tulis-menulis sebagai kegiatan formal untuk secuil kepentingan. Para mahasiswa begitu rajin menulis saat masuk dalam bab proposal dan skipsi. Para pelajar begitu bergairah saat menulis manakala diberikan tugas oleh gurunya yang sangat kejam. Itu artinya kebiasan menulis kita barulah sebatas formalitas untuk secuil kepentingan. Kita rajin menulis status di media social, dengan harapan bisa menginformasikan kondisi kita, hemmm sangat formal sekali!!!.
Mulailah dengan
Menulis catatan harian.
Saya Cuma menganjurkan
untuk kita. Bahwa kebiasan menulis tidaklah terjadi secara spontan begitu saja,
namun kebiasan ini bisa tumbuh dengan keterbiasaan. Bila kita sudah sering atau
terbiasa untuk menulis—maka kondisi inilah yang menghantarkan kita untuk
menggemari dunia tulis-menulis. oleh karenanya, kita bisa memulia menulis
dengan menuliskan catatan harian. Mungkin sangat terdengar lucu. Namun cobolah kita
tongok bagaiman tulisan-tulisan sok hoek gie dalam catatan seorang
demonstran, menyita perhatian banyak orang tantang apa yang dia pikirkan. Kebiasaan
menulis yang telah dilakoni Gie di bangku SMP itulah menjadikan kebiasan ini
terus terjaga hingga ajal menjemputnya. Tulisan terakhir dalam catatan harian Gie
bertanggal seminggu sebelum dia mencemput maut.
Menulis catatan
harian bagi saya adalah hal yang sangat menyenangkan. Saya seringkali menulis catatan
harian di media apa saja. Saat leptop saya sedang mati, maka saya menulis
catatan harian saya di selembar kertas. Lalu setelah leptop saya sudah bisa
dinyalakan, saya memindahkan tulisan yang tadi [di kertas] kedalam leptop. Tak
lupa untuk mempublikasikan tulisan-tulisan saya dalam blog pribadi [bilalrevolusi.blogspot.com].
Bila ada yang
bertanya: apa manfaat menulis catatan harian?... maka saya akan menjawab bahwa musuh
yang paling besar dan berat dalam hidup ini adalah diri kita sendiri. Rasa
marah yang menggebu dan rasa malu yang tak terkira, menjadikan diri kita perlu
tempat untuk berbagi. Salah satu tempat tersebut adalah dengan menulis. dalam
sebuah acara televiie saya pernah menyaksikan bagaimana para pasien depresi di sebuah rumah sakit luarnegeri di
ajak untuk menulis dan menggambar apa yang mereka rasakan. Banyak dari mereka akhirnya
menceritakan kondisi mereka pada sebuah kertas, dan tulisan serta gambar yang
mereka buat tersebut menjadi bahan untuk menemukan akar masalah yang dihadapi
oleh para pasien tersebut. Yang menakjubkan adalah banyak dari mereka sembuh
dengan terapi ini, yakni menulis.
Oleh karenanya,
amat sangat naïf bila kita masih dengan rasa sombong menggap remeh dunia tulis-menulis.
menulis bagi saya bukan diperuntukan untuk sesuatu yang menguntungkan orang
lain. Bagi saya, saya menulis untuk diri
saya, untuk menyembuhkan rindu saya akan hidup yang saya inginkan. Saya bisa
menari-nari di atas kertas putih dengan menorehkan tinta hitam di atasnya. Saya
pun bisa mendamaikan rasa marah saya saat dilecehkan dalam lembar-lembar kertas.
Saya pun bisa menggambarkan dunia ini dengan segala pernak-perniknya dengan
menulis. itulah kekuatan menulis bagi saya dalam catatan harian.[]
0 komentar:
Posting Komentar