penyendiri: benarkah?

Posted by bilal Sabtu, 05 Januari 2013 0 komentar

Penyendiri: benarkah?”
Hanna, the book of Eli, I am legend, adalah deretan film yang saya senangi. Tak tahu apa yang membuat film-film itu terlihat sangat menarik mata saya untuk betah memutarnya berulang-ulang. hanna yang menceritakan seorang wanita penyendiri yang tinggal bersama ayahnya di kutub utara, di sana mereka bertahan hidup di tengah alam yang dingin, mengejar rusa kutub dan memakan jantungnya, memanaskan diri dengan perapian di dalam rumah kayu. Lalu the book of eli, kisah tentang si Eli yang mengembara ke daerah barat sambil memanggul sebuah buku berharga yang di incar oleh banyak orang yang buta hufif dan tak berpendidikan, ia singga di satu kota ke kota lain untuk sampai ke daerah tujuannya: menuju barat. Dan adalagi I am legend, kisah tentang dokter yang harus hidup sendiri di tengah kota yang terinfeksi virus mematikan, tiap harinya ia bekerja untuk mencari cara agar virus ini bisa di atasi, saat manusia-manusia telah mejadi binatang buas yang saling memakan semasa.
Sepuluh huruf yang bisa saya gambarkan dari film-film itu: penyendiri. Yups, film-film yang menceritakan kehidupan yang penyendiri di tengah kota, di tengah gurun es, di tengah perjalanan, semuanya sendirian. Meski tak selalu sendiri, hanna memiliki ayahnya [erik], eli di dampingi solaro [cewek cantik yang mengikutinya dari belakang], dr Robert memiliki anjing yang menemaniya sepanjang waktu. Hidup kita pun demikian, menjadi seorang diri yang tinggal di satu kota, melihat alam, melihat fenomena manusia dengan watak dan karakter mereka masing-masing, dan terkadang kita tak bisa hidup sendirian. Riang dalam novel riang merapi pun, mencari teman ngobrol, eli dalam the book of eli memiliki teman bicara yakni solaro, hanna memiliki teman ia berbagi-ilmu erik si ayah, dr Robert memiliki anjing yang di ajak ngobrol. Lalu pertanyaan sederhana; saya, anda, dan mereka siapa teman kita, teman kita dalam kesendirian, teman kita dalam mengarungi hidup ini? Mungkin karena saya masih sendiri, saya sering mencurahkan isi kepala saya di Microsoft office onenote, menceritakan kisah hidup, pergolakan pemikiran, benturan kenyataan hidup atau terkadang di goreskan oleh tulisan-tulisan yang belum terselesaikan hingga sekarang. Saya belum menemukan seorang yang pas buat berbagi, buat mendengar, seperti halnya erik, solaro, atau si anjing-nya Robert. Duluh beberapa orang menjadi teman ngobrol saya silih berganti; fatah, arhy, alba, rudini, ifan, abang pai, abang samal, macot, tamogo, edy, dan randi. Satu persatu tertelan oleh sang waktu, yang tersisa adalah rudini, dan saya yakin, ia pun akan di telan bumi, sama halnya seperti erik, eli dan seekor anjing Robert.
Kembali lagi ke alam kesendirian. Saya adalah seorang lelaki penyendiri, lelaki yang terkadang di anggap aneh, dan gila. Saya tak perduli kata mereka, karena bagi saya mereka yang berkata demikian adalah menusia yang berperan figuran dalam film kehidupan yang di buat Tuhan. Mereka adalah manusia biasa yang benyak di tampilkan dalam setiap adegan film, apakah itu berperan yang hanya sekedar lewat, baca buku atau pun pedagang asongan biasa, mereka bukanlah pemeran utama dalam film kehidupan yang saya jalani.
Sebuah film sebuah ending.
Bila kita mengatakan kehidupan ini layaknya film yang di perankan oleh kita selaku actor, selaku bintang utamanya, selaku peran yang sering membuat penonton menanti-nanti adegan-adegan kita, aksi-aksi kita, maka sering kali, terbersit dalam pikiran penonton, bagaimana ending film ini dan film itu?... dalam film hanna, erik mati yang tersisa adalah hanna yang kabarnya tak di ceritakan lagi, dalam the book of Eli, akhirnya buku yang di bawakan oleh eli di bekukan dalam lembar-lembar buku yang tebal, di terbitkan sebanyak mungkin oleh mesin cetak, dan ely pun mati setelah membacakan seluruh isi buku yang hilang dari tangannya, ia menghafalkan dan si catat oleh seorang juru catat, solaro yang menggantikan eli misi menuju barat saat eli mati. Dan dalam I am legend, anjing Robert mati, Robert pun ikut mati dalam aksi bom bunuh diri yang di lakukannya untuk menolong seorang wanita dan seorang anak laki-laki. Ia membom dirinya dan beruntungnya ia telah menyesaikan tugasnya dengan mendapatkan penawar dari virus mematikan itu.
Lantas, bagaimana dengan ending film kita, film kita selaku actor dalam film kita sendiri?... mungkin ada yang berperan sebagai seorang pemabuk ulung, penjudi, penzina, atau bahakan lebih tragis lagi, seorang pemerkosa. Ending hidup mereka bagaimana?... oya, saya tidak membicarakan kehidupan orang yang semrautan.


Bersambung….

0 komentar:

Posting Komentar