bahkan malaikatpun heran

Posted by bilal Sabtu, 09 November 2013 0 komentar
Hancur hati Utuy berkeping-keping saat membaca koran beberapa hari lalu. Didapatinya sebuah kisah seorang TKI yang mati di negeri rantau. Memang tidak jelas awal kematiannya, namun yang pasti banyak keganjalan terjadi. Konon, beberapa organ tubuh dari TKI malang itu, raib entah kemana. Gonjang-ganjing warga condominium Gembel Makmur Group (GMG), beredar kabar bahwa organ itu dicuri dan dijual. Entah berapa berat penderitaan pejuang devisa negara Utuy itu. Yang pasti, Utuy sempat meneteskan air mata, turut merasakan pedih penderitaan saudara-saudara sebangsa dan setanah airnya itu.

”Masya Allah, apa benar begitu ceritanya Blay?” tanya Utuy yang sedang makan gorengan bareng Si Kiblay di kafe ”Starsucks” Babe Sueb.

”Ente kagak tau Tuy? Itu bukan barang baru kali. Sudah banyak orang yang melakukan praktik jual beli organ tubuh. Rata-rata para penjual adalah orang-orang yang tidak mampu, soalnya nilai yang digelontorkan itu bisa sampai ratusan juta sampai miliaran untuk satu organ. Mana ada yang tidak mau dengan uang segitu?”

”Lah, ente sendiri mau Blay?”

”Mau dong…”

”Jual paru-paru mau? Ihh…”

”Ya, nggak gitu juga Tuy. Organ-organ di sini adalah organ yang aman kalau diambil. Artinya tidak akan ada perubahan apa-apa kalau salah satu organ tersebut diambil. Kalau paru-paru yang diambil kan urusannya jadi tambah panjang,”

”Terus apa yang diambil?”

”Biasanya yang paling sering ginjal sama hati”

”Oh, pantes…orang sekarang banyak yang nggak punya hati”

Utuy berkata dalam hati, apakah ini diperbolehkan. Kalau dipikir-pikir, hukum jual beli kan kalau pembeli dan penjual sama-sama ikhlas, berarti boleh-boleh saja. Jadi kalau ada kawan sepergembelan Utuy yang sudah frustasi menghadapi kesulitan hidup, yang sudah bosan hidup miskin sejak lahir, bosan karena bingung dengan pertanyaan besok bisa makan atau nggak, lalu dia menjual salah satu ’barang’ miliknya, selama dia ikhlas, berarti halal dong. Wah, bisa-bisa Si Kiblay, Acuy, Cungkring, Jawir, dan banyak penghuni condominium GMG yang terkenal elit itu, menjadi tambah kaya akibat adanya praktik jual-beli organ tubuh ini.

Atau jangan-jangan juga ada pasar yang menjadi tempat transaksi. Jadi, di suatu pasar, sang penjual berteriak ”Ginjal, hati, jantung, usus, perut, ayoo…ayoo…dijual, dijual, dijual. Harga promo. Diskon 70%. Siapa mau beli, hari ini ada bonus gratis: sepasang bola mata”. Kemudian ada pembeli yang tertarik,”Jantung berapa Bang?” ia bertanya sambil memegang-megang jantung. “Kok lembek bang. Kadaluarsa ya?”. “Wah, nggak bu. Ini baru dari rumah pemotongan. Masih asli bu. Ada juga yang impor. Ibu mau?” sang penjual menyahut. “Yasudah, saya ambil jantung ini aja ya. Jangan lupa dipotong tipis-tipis. Besok saya mau bikin jantung kecap manis”. “Oh, siap bu…tenang saja,”.
Atau suatu ketika, misalnya Utuy memang benar-benar mentok nggak punya uang lagi. Di saat yang sama, ada setan lagi permisi di depan Utuy lalu membisiki Utuy agar menjual saja salah satu “barang” miliknya, maka Utuy tinggal pergi ke pasar dan menemui sang pembeli. Biasanya harga diecer, tergantung belinya partai besar atau cuma sekodi saja.

Utuy pun membayangkan pergi ke pasar tersebut. Ia melihat pasar ramai riuh rendah. Perdagangan berlangsung sangat menguntungkan sepertinya. Buktinya banyak orang yang hadir di sana, baik sebagai penjual, pembeli, maupun preman pasar. Pasar juga modern. Selain ada pasar yang nampak, di internet juga banyak pasar yang tidak nampak. Bahkan di pasar yang nampak ini, semua organ dibungkus rapih dan diberi barcode, mirip seperti di toko-toko swalayan.

Hampir semuanya diberi label yang jelas. Mulai dari asal muasalnya, seperti: ginjalnya dari siapa, rumahnya dimana, bekas orang kaya atau miskin, dulu kerjanya apa, dll. Kemudian spesifikasinya, misalnya bukaan katup ginjal berapa rasionya, hidrolisnya masih tokcer atau nggak, lalu perlengkapan lain seperti pompa, ventilator, kompresornya apakah masih bandel atau nggak. Sampai pada masa kadaluarsanya, dan daya jelajahnya sampai berapa. Wah, pokoknya lengkap deh, kecuali satu hal: nggak ada label MUI-nya.

Setelah sekiranya lengang, Utuy menyapa penjual organ “Bang, ane lagi butuh uang nih. Ane mau jokul salah satu barang ane”. Utuy terlihat grogi. Maklum, ini pertama kalinya ia berkunjung ke pasar ini. “Adek bawa barang apa?” sang penjual bertanya melihat gerak-gerik dan wajah melas Si Utuy. Dengan sedikit kikuk, Utuy pun menunjuk ke organ bagian bawah, dekat resleting. “Oh, kalau itu murah dek. Gak sampek dua juta.” Utuy langsung pingsan.

Setelah itu Utuy kapok berhubungan dengan mereka. Yang bikin Utuy nggak habis pikir, betapa teganya mereka mempermainkan nikmat yang Allah berikan. Padahal organ itu tidak bisa digantikan oleh alat secanggih apapun. Misalnya, ada segelintir peneliti terhebat di dunia yang mencoba membuat alat sekelas ginjal. Memang akhirnya mereka berhasil membuat. Tapi mana mungkin bisa sehebat yang dikaruniai Allah. Bisa jadi, ketika ginjal itu bekerja, tiba-tiba alat itu berbunyi. Eh, ternyata…ginjalnya low battery. Terpaksa sang empunya harus melepas ginjal itu untuk di-charge dulu.

Utuy miris melihat kondisi TKI itu. Kalau tadi Utuy berkisah tentang ginjal yang dimiliki orang hidup, ini lain lagi ceritanya. Orang mati dicuri ginjalnya! Bayangkan!

”Sabar Tuy…sabar,” Kiblay mencoba menenangkan.

”Bagaimana mau sabar. Itu tidak bisa dibiarkan. Sangat tidak berperikemanusiaan. Bahkan hewan pun menghormati kawannya yang mati. Jelas, tindakan pencurian itu juga tidak berperikehewanan.” sela Utuy sambil membanting-bantingkan tangan di atas meja. Kopi yang ada di gelas sampai mencelat.
Utuy jadi teringat kisah Hamzah bin Abdul Mutalib. Pahlawan yang dielu-elukan sebagai Singa Allah itu gugur dalam pertempuran Uhud. Beliau berperang dengan penuh keikhlasan dan penuh pengharapan agar dipertemukan dengan kesyahidannya. Memang hal itu kesampaian. Namun ada kejadian yang mirip-mirip kisah di atas.

Ketika Hamzah syahid akibat lemparan Wahsyi, seorang pembunuh yang memang disewa oleh pembesar Quraisy untuk membalaskan dendam keluarga Hindun bin Utbah. Setelah Hamzah syahid, maka Hindun mendekati jasadnya. Seperti yang sudah diikrarkan Hindun, demi membalas kematian sanak keluarganya, ia mengoyak dada hamzah serta mencabut jantungnya dari dadanya itu. Hindun kemudian memakan jantung itu dengan terlihat sangat puas sebab dendamnya terbalaskan.

”Jadi, orang yang mengambil ginjal TKI itu sama seperti Hindun?” sahut salah seorang pelanggan kafe ”starsucks” babe sueb.

”Iya. Bahkan bisa jadi lebih parah dari Hindun!’” jawab Utuy sedikit sewot
”Kok bisa?”

 ”Hindun kan buat konsumsi sendiri. Nah, kalau para pencuri itu malah memperjual belikan,”
Kiblay menyahut,”Berarti kalau kita punya Narkoba terus dikonsumsi sendiri itu nggak papa ya…Kan kita nggak menjual?”

Utuy enteng menjawab,”Gundulmu…”

”Ini bukan perkara menjual atau dijual, mengonsumsi atau tidak. Tapi lebih pada masalah, apakah orang mati itu tidak punya hak untuk dihormati. Islam itu mengajarkan hal yang baik. Bahkan ketika ada orang mati, orang yang masih hidup mempunyai kewajiban untuk menghormati mereka. Misalnya orang mati wajib menyolati, mengafani dan mengantarkannya sampai kubur.”

”Udah, gitu doang Tuy?”

”Emangnya ente mau masuk juga ke dalam kuburnya?”

”Hehehe…” pengunjung kafe mendadak tertawa lepas. Bahkan babe sueb yang dari tadi memperhatikan celotehan Utuy, juga tertawa sampai ia lupa kalau ia memasukkan garam ke dalam kopi Utuy yang tadi minta ditambah segelas lagi.

Ketika Babe Sueb memberikan kopi ke Utuy, ia berpikir dalam. Mayat TKI yang tadi pagi dibongkar lagi kuburannya itu hendak mengadu pada Utuy. Bagaimana bisa, persidangan bersama Munkar Nakir ditunda gara-gara ada agenda otopsi. Ketika menunggu hasil otopsi, Munkar dan Nakir pun saling bersenda gurau.

”Kar, tadi pertanyaan kita sampai mana?”

”Man robbuka…”

”Oh, sudah itu. Dia bisa jawab, walaupun terbata-bata”

”Berarti pertanyaan pokok sudah semua ya Kir?”

”Iya sepertinya”

”Sebentar, sebentar. Aku ingat, kalau tidak salah pertanyaannya kita berhenti di pertanyaan dipergunakan untuk apa saja organ tubuh dia selama hidup”

”Kaki sudah. Tangan sudah. Telinga sudah. Mata sudah. Mulut sudah. Terus pas tadi masuk ke pertanyaan organ dalam, dia kelihatan kebingungan gitu.” ujar Munkar sambil mencoba mengingat-ingat sekaligus memeriksa checklist daftar pertanyaan yang panjang kertasnya saja melebihi perjalanan Jakarta-Surabaya itu.

Munkar-Nakir ‘cekikikan’ saja sambil menunggui ruang persidangan yang kosong akibat ditinggal si terdakwa. Bisa jadi mereka heran, demi lolos pertanyaan ”dipakai apa saja organ yang dianugerahkan Allah itu”, mereka justru berusaha menghilangkan barang bukti. Ada-ada saja manusia itu.
Lamunan Utuy buyar. Mulutnya menyembur.  

”Masya Allah, kopi apaan nih???”

Babe Sueb ketawa ngakak. [ ]

***
bajak dari: undergroundtauhid.com
@pembajak: bilal revolusi

0 komentar:

Posting Komentar