masih tersimpan
Kamis, 02 Mei 2013
0
komentar
“Masih tersimpan”
Read: bilal revolusi.
23 April 2013.
Kemarin, saat saya bertemu kembali dengannya di depan masjid Alfatah, saya mencoba menyapanya, menanyakan KKN-nya kapan dan lain-lain. Jawaban yang dia lontarkan terdengar nyilu, tak ikhlas dan dia pun pergi tanpa menoleh kepada saya dan mengucapkan salam perpisahan. Kala itu saya langsung berkesimpulan bahwa kritik saya pada waktu dulu, nyatanya melukai dirinya. Namun, itulah hasil yang harus dia tuai saat apa yang dikenakan dengan tulisan Tuhan agamMu apa?, saya kritik dengan mangatakan tulisan itu adalah pertanyaan seorang ateis. Mungkin karena merasa apa yang saya tulis tersebut seolah menapar keimanan-nya, sehingga saya pun harus menelan konsekuensi untuk diacuhkannya.
Read: bilal revolusi.
23 April 2013.
Kemarin, saat saya bertemu kembali dengannya di depan masjid Alfatah, saya mencoba menyapanya, menanyakan KKN-nya kapan dan lain-lain. Jawaban yang dia lontarkan terdengar nyilu, tak ikhlas dan dia pun pergi tanpa menoleh kepada saya dan mengucapkan salam perpisahan. Kala itu saya langsung berkesimpulan bahwa kritik saya pada waktu dulu, nyatanya melukai dirinya. Namun, itulah hasil yang harus dia tuai saat apa yang dikenakan dengan tulisan Tuhan agamMu apa?, saya kritik dengan mangatakan tulisan itu adalah pertanyaan seorang ateis. Mungkin karena merasa apa yang saya tulis tersebut seolah menapar keimanan-nya, sehingga saya pun harus menelan konsekuensi untuk diacuhkannya.
Tulisan saya
kala itu, bukanlah tulisan seorang musuh yang mencoba menggorok leher lawannya.
Melainkan tulisan seorang teman yang menyadarkan temannya itu saat mengenakan
pakaian. Mulai hari itu hingga sekarang. Dia seolah menghindar dengan saya saat
berbicara, dia buru-buru mengenakan sepatu dan cabut tanpa mengucapkan salam bila
melihat saya. itulah konsekuensi dari apa yang saya tuliskan.
Saya tidak
mencoba membuka kritikan lama atau membuat kondisi kami makin panas. Tapi saya
merasa selama ini semenjak kritikan saya itu saya tulis, saya dengannya sangat
jauh. Dia terlalu sensitif dengan tulisan saya. begitu pula yang lain. Saya
mengakui privasi-nya namun saya pun perlu untuk menyadarkannya bahwa
tindakannya kala itu bisa mengubah seorang awan untuk menjadi seorang ateis
yang berkepala batu. Bisa saja kan terjadi?. Kita tak pernah mengarti bagaimana
sebuah iklan bisa menjadi justifikasi pembenaran untuk orang awam, iya kan?...
lantas untuk apa sekarang ini, dia seolah mengindar dari saya?. menjauh padahal
saya tidaklah jauh. Meski kata orang, samudera hati tidaklah bisa diterka
kedalamnya, namun sikap yang kita tunjukkan adalah jawaban atas dalamnya hati
kita. Saya tidaklah membenci tindakannya untuk menganggap saya berngsek dan
lain-lain [misalnya]. Namun, saya hanya berharap saat kelak dia kembali berbuat
hal yang sama dengan sikap dan tingkahnya, yang calm tersebut, jangan salahkan
bilamana saya akan terus menulis. bukankah saya suka dengan menulis. bukankah
anda pun jago dalam menulis?... bukankah pernah anda pun mengkritik tulisan
saya, kala itu saya tidaklah marah. Malah memacu saya untuk terus menulis.
Oke kita
tinggalkan sikap yang terkadang melisankan sikap kita sendiri tanpa
mengatakannya. Saya marasa anda yang dahulu masih sama dengan anda yang
membenci saya kini. I am sorry .
“Sesungguhnya
Kami benar-benar telah memhawa kebenaran kepada kamu tetapi kebanyakan di
antara kamu benci pada kebenaran itu.” Al Qur’an, Az zukhraf: 78.[]
0 komentar:
Posting Komentar