Jalan hidupmu: sendiri”

Posted by bilal Jumat, 26 April 2013 0 komentar
“Jalan hidupmu: sendiri”

Read: bilal revolusi

Ambon 23 april 2013.
Siang sudah berlalu dan malam mulai berganti, namun di balik perputaran siang dan malam itu—adik saya yang paling berbeda dengan kami belum juga pulang. Ini kali kedua saya menulis tentang-nya, sebelumnya tulisan saya tentang siklus hidupnya yang seperti tak menganal waktu itu saya tulis dengan judul: what are yau doing, my brother?.... kali ini saya menulis tentang dunianya lagi. Dunia yang terkadang membuat saya heran, sebenarnya apa yang dikerjakannya saat di luar sana?, yang sering saya tangkap dalam percakapannya dengan kakak saya yang seorang wanita, dia sering bilang: Cuma duduk-duduk saja, sambil cerita. Memang dunia adalah tempat bersendagurau, namun bukan berarti sendagurau tersebut dijadikan jastifikasi dalam menjalankan hidup ini dengan terus bercerita hal-hal yang tak jelas. Nongkrong yang dari siang hingga malam menyapa, bukankah itu gila namanya, bahkan lebih parah lagi tidur di rumah orang karena alasan ini.


Rumah adalah kamar kost.

Bagi saya yang melihat pola hidup adik saya—dia seperti manusia yang hidup hanya untuk diri sendiri. Dia hidup untuk menyambung kehidupan individual-nya tanpa harus menjadikan rumah sebagai tempat kita membangun peradaban. Adik saya menjadikan rumah seperti halnya kamar kost yang datang hanya untuk tidur. Sehabis pulang sekolah yang kira-kira biasanya anak  SMA yang lazim pulang jam 1 atau setengah dua. Adik saya malah pulang paling cepat jam tiga. Setelah itu makan, lalu keluar hingga malam jam setengah dua belas baru pulang. Bila malam minggu menyapa paling banter dia tidak pulang untuk tidur di rumah.

Lengkap sudah dunianya, satu sisi dia anak yang baik. Namun di sisi lain, kesupelan-nya terhadap dunia yang benar-benar normal itu mengantarkannya pada satu tatanan hidup yang pelik. Yang nanti akan sangat berbahaya bagi diri pribadinya dengan mudah mengadopsi informasi masyrakat yang belum tentu benar dan akhirnya mengubah cara hidupnya. Alasan yang paling lagis adalah dia belum kuat dan pandai membaca arus hidup yang dia jalani. Pikirannya masih sangat labil untuk menangkap message dari langkah-langkah yang dia telah lawati. Seharusnya ada pelajaran yang bisa di petik dari semua langkahnya itu. 

Sekarang saya hanya menunggu, apakah dia bisa untuk menemukan jalannya mengenal separuh dunia yang kecil ini? Atukah dia terjebak ddan dipermainkan oleh sang waktu?... 

Pukulan balik.

Berkali-kali saya mangatakan bahwa dunia yang dia lewati berbeda dengan dunia saya. saya melewati dunia saya dengan dunia leteral. Musuh terbesar dalam diri saya adalah diri saya pribadi. Dan teman paling baik dalam diri saya adalah dunia literal. Maka, adik saya melewati dunia dengan hal yang berbeda. Dunia yang dia lewati adalah dunia oral. Musuh yang dia hadapi belum ditemukan jawabannya, karena dia belum mampu untuk menjawab. Dan teman paling akrab dengannya adalah dunia oral. Bersendagurau dan berseriusan dia habiskan dengan oral. Saya melewatinya dengan dunia literal. Polemic yang saya hadapi dalam hidup saya curhat dalam bentuk tulisan [literal] dan kemudian saya menengok kembali tulisan saya. tanpa di duga jawabn atas polemic yang saya hadapi terjawab baik dari tulisan orang lain yang say abaca atau dari kejadian social yang saya tungakan dalam tulisan. Adik saya belum menjawab apa pun dalam hidup yang dia telah lewati. Dia hanya mengoralkan sesuatu, namun belum menjawab tantangan masa depan dengan caranya beroral ria. Saya masih memaklumi hal tersebut, mengingat umurnya yang masih terbilang mudah dan pikirannya belum tercerahkan oleh pengetahuan dunia yang kecil ini.

Dalam lubuk hati yang terdalam. Saya berharap bahwa kelak saat dunia yang secuil ini di mulai paham. Semoga dia bisa mengubah dirinya. Baik cara pandangnya, tutur katanya, maupun wataknya. Karena pada dasarnya manusia akan mengubah dirinya dari pengalaman yang dia hadapi saat waktu sempit.[]

0 komentar:

Posting Komentar